Senin, 23 Januari 2012

Penyimpangan Pemikiran Murji'ah

Murji’ah adalah firqah sesat dalam Islam. Para ulama menjelaskan bahwa ada tiga hal pokok yang membedakan antara Murji’ah dan Ahlus-Sunnah, yaitu :

1.     Murji’ah tidak memasukkan amal sebagai bagian dari iman, sedangkan Ahlus-Sunnah mengatakan iman terdiri dari perkataan dan perbuatan.

أَخْبَرَنَا أَبُو الْعَبَّاسِ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ الثَّقَفِيُّ، قَالَ: سَمِعْتُ مُحَمَّدَ بْنَ سَهْلِ بْنِ عَسْكَرٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، قَالَ: سَمِعْتُ مَالِكًا، وَالأَوْزَاعِيَّ، وَابْنَ جُرَيْجٍ، وَالثَّوْرِيَّ، وَمَعْمَرًا يَقُولُونَ: " الإِيمَانُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ، يَزِيدُ وَيَنْقُصُ "

Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-‘Abbaas Muhammad bin Ishaaq Ats-Tsaqafiy, ia berkata : Aku mendengar Muhammad bin Sahl bin ‘Askar : Telah menceritakan kepada kami Abdurrazzaaq, ia berkata : Aku mendengar Maalik, Al-Auza’iy, Ibnu Juraij, Ats-Tsauriy, dan Ma’mar berkata : “Iman adalah perkataan dan perbuatan, dapat bertambah dan berkurang” [Diriwayatkan oleh Abu Ahmad Al-Haakim dalam Syi’aar Ashhaabil-Hadiits no. 7; shahih].

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي السَّرِيِّ الْعَسْقَلانِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ أَبِي الزَّرْقَاءِ، عَنْ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ، قَالَ: " خِلَافُ مَا بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْمُرْجِئَةِ ثَلَاثٌ: نَقُولُ: الإِيمَانَ قَوْلٌ وَعَمَلٌ، وَهُمْ يَقُولُونَ: الْإِيمَانُ قَوْلٌ وَلَا عَمَلَ. وَنَقُولُ: الْإِيمَانُ يَزِيدُ وَيَنْقُصُ، وَهُمْ يَقُولُونَ: لَا يَزِيدُ وَلَا يَنْقُصُ. وَنَحْنُ نَقُولُ: النِّفَاقُ، وَهُمْ يَقُولُونَ: لَا نِفَاقَ "

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abis-Sariy Al-‘Asqalaaniy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Zaid bin Abiz-Zarqaa’, dari Sufyaan Ats-Tsauriy, ia berkata : “Khilaf yang terjadi antara kami (Ahlus-Sunnah) dengan Murji’ah ada tiga. (1) Kami berkata : iman itu perkataan dan perbuatan; sedangkan mereka berkata : iman itu perkataan saja, tanpa perbuatan. (2) Kami berkata : iman dapat bertambah dan berkurang; sedangkan mereka berkata : iman itu tidak bisa bertambah dan berkurang. (3) Kami berkata : (Dapat terjadi) kemunafikan; sedangkan mereka berkata : tidak ada kemunafikan” [Diriwayatkan oleh Al-Firyaabiy dalam Shifatun-Nifaaq wa Dzammul-Munaafiqiin, no. 99; hasan].

Ini adalah inti ‘aqidah Murji’ah yang disepakati oleh seluruh pecahan-pecahannya.

Oleh karena itu Al-Barbahaariy rahimahullah berkata :
ومن قال : (الإيمان قول وعمل، يزيد وينقص)، فقد خرج من الإرجاء كلِّه، أوَّله وآخره.
“Barangsiapa yang mengatakan : ‘iman itu adalah perkataan dan perbuatan, bisa bertambah maupun berkurang’ ; sungguh ia telah keluar dari (bid’ah) irjaa’ secara keseluruhan, dari awal hingga akhirnya” [Syarhus-Sunnah, hal. 123, 161].

Ringkasnya bagi murji'ah, seseorang yang telah beriman takkan bisa keluar lagi menjadi kafir sekalipun dia melakukan dosa-dosa yang menggiring kearah kekafiran.

2.     Murji’ah berpendapat bahwa setiap muslim yang telah merealisasikan pokok keimanan (ashlul-iimaan)-nya, maka telah sempurna keimanannya. Adapun Ahlus-Sunnah tidak dapat memastikan bahwa seorang muslim telah sempurna keimanannya tanpa menafikkan adanya pokok keimanan dalam dirinya.

حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ، ثنا أَحْمَدُ بْنُ سَهْلِ بْنِ أَيُّوبَ، ثنا عَلِيُّ بْنُ بَحْرٍ، قَالَ: سَمِعْتُ الْمُؤَمَّلَ بْنَ إِسْمَاعِيلَ، يَقُولُ: قَالَ سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ: " خَالَفَتْنَا الْمُرْجِئَةُ فِي ثَلاثٍ: ....... وَنَحْنُ نَقُولُ: نَحْنُ مُؤْمِنُونَ بِالإِقْرَارِ، وَهُمْ يَقُولُونَ: نَحْنُ مُؤْمِنُونَ عِنْدَ اللَّهِ "

Telah menceritakan kepada kami Sulaimaan bin Ahmad : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Sahl bin Ayyuub : Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin Bahr, ia berkata : Aku mendengar Sufyaan Ats-Tsauriy berkata : “Murji’ah menyelisihi kita dalam tiga hal : ….. kami (Ahlus-Sunnah) berkata : ‘Kami termasuk orang yang beriman dengan pengakuan (iqraar) kita’, dan mereka berkata : ‘Kami termasuk orang-orang yang beriman di sisi Allah’” [Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Hilyatul-Auliyaa’, 7/29].

Yaitu, mereka berkata bahwa mereka termasuk orang yang sempurna keimanan mereka di sisi Allah, wallaahu a’lam.

Syaikhul-Islaam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
فقالت المرجئة - جهميتهم وغير جهميتهم - هو مؤمن كامل الإيمان. وأهل السنه والجماعة على أنه مؤمن ناقص الإيمان
“Telah berkata Murji’ah – baik golongan Jahmiyyahnya atau yang bukan golongan Jahmiyyahnya – bahwa ia (orang yang melakukan maksiat) adalah mukmin yang sempurna keimanannyaAhlus-Sunnah wal-Jama’ah mengatakan ia adalah mukmin yang kurang keimanannya (akibat maksiat yang dilakukannya)” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 7/354].

3.     Murji’ah melarang pengucapan istitsnaa’ dalam keimanan, karena mereka menganggap hal itu sebagai keraguan dalam iman. Adapun Ahlus-Sunnah membolehkan istitsnaa’dalam (penafikan) kesempurnaan iman, dan di sisi lain melarang istitsnaa’ dalam ashlul-imaan.

Telah berkata Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah :

وأما مذهب السلف أصحاب الحديث كابن مسعود وأصحابه والثوري وابن عيينة وأكثر علماء الكوفة.... وأحمد وغيره من أئمة السنة : فكانوا يستثنون في الأيمان، وهذا متواتر عنهم.

“Adapun madzhab salaf ashaabul-hadiits seperti Ibnu Mas’uud dan shahabat-shahabatnya, Ats-Tsauriy, Ibnu ‘Uyainah, serta kebanyakan ulama Kuffah,….. Ahmad, dan yang lainnya dari kalangan imam-imam sunnah, kesemuanya ber-istitsnaa’ dalam iman. Telah mutawatir khabar ini dari mereka” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 7/438].

فالذين يُحَرِّمونه هم المرجئة والجهمية ونحوهم.
“Mereka yang mengharamkan istitsnaa’ adalah kelompok Muji’ah, Jahmiyyah, dan yang lainnya” [idem, 7/429].

Keterangan : Yang dimaksud diatas adalah bahwa murji'ah melarang perkataan semisal : "Saya Muslim Insya Allah",karen menurut murji'ah perkataa insya Allah ini adalah ragu-ragu , sedangkan Ahlu sunnah membolehkan perkataan ini selama bukan meragukan keimanannya ...

Telah berkata Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah tentang istitsnaa’ :
قول الإنسان : (إنَ مؤمن إن شاء الله)؛ إن كان قصده بذلك التبرُّك، أو أنه : (إيمان وقع بمشيئة الله)؛ فهذا حقٌ ولا إشكال فيه، جائزٌ.
“Perkataan seseorang : ‘Aku mukmin insya Allah’, apabila tujuan/maksud dari ucapannya itu untuk bertabarruk (mencari barakah); atau ia berkata : ‘imanku ada menurut kehendak Allah’ – maka ini adalah benar tanpa ada isykaal di dalamnya. Boleh (untuk mengatakannya)” [Al-Baabul-Maftuh, pertemuan no. 207, side A, menit 17, Tasjiilaat Al-Istiqaamah]

Termasuk Perkataan : “Asy-Syahiid Fulaan”. Secara dhaahir ucapan ini merupakan bentuk "Pemastian" terhadap amal dan iman. Jika maksud perkataan tersebut demikian, tentu saja tidak diperbolehkan. Namun jika yang dimaksudkan adalah sebagai doa agar Fulan tersebut termasuk orang-orang yang mati syaahid, maka selayaknya ia mengatakan dengan istitsnaa’ :“Syahiid insya Allah”.

Tambahan :
Para takfiri yang semangatnya tinggi namun tanpa didasari ilmu dengan mantabs menuduh syaikh Albany, Syaikh Bin Baz, Syaikh Utsaimin -Semoga Allah merahmati mereka semuanya- Murji'ah, lantaran para ulama tersebut tak sejalan dengan pemikiran mereka yang radikal mengkafirkan secara serampangan, dan menghalalkan pemberontakan terhadap penguasa yang mereka tuduh menjadi kafir, mereka tak menyadarinya, bahwa diantara sifat-sifat murji'ah ternyata sudah melekat pada mereka sendiri yaitu memberontak dan menghalalkan darah kaum muslimin..

Telah berkata ‘Abdullah bin Thaahir rahimahullah mengenai Murji’ah :
يا أحمد إنكم تبغضون هؤلاء القوم جهلا، وأنا أبغضهم عن معرفة. أولا: إنهم لا يرون للسلطان طاعة الثاني: إنه ليس للإيمان عندهم قدر

“Wahai Ahmad, kamu membenci mereka (Murji’ah) tanpa didasari ilmu, sedangkan aku membenci mereka dengan dasar ilmu. Pertama, mereka (Murji’ah) tidak memandang taat kepada penguasa; dan yang kedua mereka tidak memandang bahwa qadar adalah bagian dari iman” [Aqidatus-Salaf Ashhaabil-Hadits, hal. 68].

Seseorang berkata kepada Abdulloh ibnul-Mubarok: “Apakah engkau menganut pemikiranMurji’ah?” Jawab beliau: “Bagaimana mungkin aku penganut paham Murji’ah sementara aku tidak menghalalkan darah kaum muslimin!” [Al-Kitab al-Lathif: 17].

Selengkapnya tentang Murji'ah gaya baru lihat disini : http://maktabahabuiram.blogspot.com/2012/01/murjiah-gaya-baru.html

Diringkas dari berbagai sumber diantaranya : 
[Sumber: Pandangan Tajam terhadap Politik, antara Haq dan Bathil jilid 1, (Madarikun Nazhar fis-Siyasah...), Syaikh Abdul-Malik Ramadhon al-Jazairi)

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan pesan anda :

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda