Kamis, 19 Januari 2012

Suamiku, Poligami itu Halal, Tapi Tidak Untukmu !!

Prolog :
Sebelum memasuki materi, sebagai pembuka saya ingin menyampaikan beberapa hal agar anda dapat menyimak dengan baik apa yang saya sampaikan ini .. sehingga anda tidak salah mengerti dan salah faham, yaitu :
1. Tulisan ini semata-mata saya tulis untuk kepentingan membela syari'at Allah dan Rasul-Nya yang telah menghalalkan poligami, bukan dengan maksud gaya-gayaan dan mendukung kemunkaran yang kadang terjadi dalam kasus poligami, dan bukan berarti saya (penulis Abu Iram) mati-matian "kumejot" istilah sundanya pengen poligami, sehingga membela mati-matian masalah poligami ini mencari jalan pembenaran.
2. Tulisan ini bermaksud meluruskan pemahaman kita khususnya para saudari muslimah yang kerap kali sering salah faham saat memasuki pembahasan tentang poligami ini, yaitu lebih mengedepankan perasaannya ketimbang tunduk kepada syari'at Allah dan Rasul-Nya.
3. Tulisan ini tidak bermaksud mendukung bermudah-mudah dalam hal pelaksanaan syari'at nan mulya ini, melainkan semata-mata menanamkan agar tak mengaburkan pemahaman kita dan menjadi salah faham terhadap syari'at ini.
4. Tulisan ini bukanlah untuk menyindir fulan atau fulanah, namun semata-mata dalam rangka saling menasehati didalam kebaikan dan kebenaran serta kesabaran .

Materi Pembahasan :

Realita :
Sungguh indah cinta dari para istri kepada para suaminya, namun kecintaannya itu bisa berubah menjadi sebuah cinta yang berakibat buruk, takut akan kehilangannya, takut kehilangan kasih sayangnya, takut dibagi, takut digilir, sehingga, terkadang yang timbul didalam fikirannya, bahwa sang madu adalah orang yang puaaaaaling dibencinya sejagat raya, karena apa? didalam Imajinasinya yang dipermainkan syetan, dia berfikir bahwasannya adalah si MADU ini adalah yang akan mengambil alih harta suaminya, mengambil alih rasa cinta dan sayangnya, mengambil semua milik2nya, belum lagi lantaran banyaknya oknum pelaku yang buruk didalam mengamalkannya, maka tercorenglah syari'at nan indah mulya ini...

Subhanallah, sampai2 suami diteriaki oleh sang istri dengan lembut seraya GREGET:
"Suamiku, poligami itu halal tapi TIDAK bagimu... !!!"
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Itulah sepenggal kisah yang kerap terjadi dilingkungan kita ... dan ini adalah sebuah realita...
Sungguh banyak sekali hal-hal yang terjadi dimasyarakat kita ini, yaitu reaksi-reaksi sang Istri yang menyimpang dari syari'at Islam yang mulia ini, yang mana sebagian kejadian bisa saya maklumi dikarenakan adalah tingkat pemahaman dien yang kurang, namun sungguh sangat disayangkan jika hal itu malah terjadi kepada para ummahat yang notabenenya mereka telah mengaji dan mempelajari agama ini.

Secara emosional memang bisa difahami, bahwasannya itu adalah dikarenakan cemburu yang memang sifat dasar seorang wanita yang sudah merupakan ciri khas mereka, namun yang disayangkan adalah bahwasannya, dikarenakan rasa cemburu yang dominan menguasai, berujung kepada hal yang menjadikan dirinya terjerumus kedalam sebuah dosa, bahkan bisa kepada sebuah dosa yang sangat besar, yaitu mengingkari syari'at Allah dan Rasul-Nya.

Disisi lain, sebagian wanita juga termakan syubhat, yang mana syubhat itu membakar pemikirannya, sehingga berfikir dan bertindak "merasa" membawakan dalil dan hujjah yang benar-benar valid dan mendukung apa yang menjadi keinginannya, yaitu menguasai sepenuhnya suami tercintanya ...

Diantara syubhatnya itu adalah :

1. Berdalih bahwasannya Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam pun berpoligami pasca meninggal ibunda Khodijah -semoga Allah meridhoi Ibunda Khodijah- ; maka yang di inginkannya adalah bahwasannya : SILAHKAN SUAMI POLIGAMI SETELAH MAYAT SAYA TERKUBUR...

Duhai saudariku, ketahuilah oleh, ucapanmu itu adalah doa, maka perkataan mu diatas sama dengan mendoakan keburukan menimpa engkau sendiri dan keluargamu, saat suami berniat melakukan poligami, maka engkau berputus asa dengan berkata demikian dan demikian, yang mana tidakkah engkau sadari bahwasannya Malaikat senantiasa mencatat amal-amalmu dan ucapan mu adalah doa bagimu sendiri .. apakah hanya karena sebuah masalah poligami yang Allah dan Rasul-Nya telah HALALKAN, maka engkau ingin langsung meminta MATI? Apakah efek MATI bagimu dengan meninggalkan buah hatimu , anak-anakmu lebih mulia daripada menjalani syari'at poligami yang mana engkau masih bisa memantau dan mendidik anak-anakmu dengan pendidikan dan kasih sayang? Jika jawabanmu IYA , maka dari sisi ini saja engkau sudah terlihat sekali keegoisanmu, yang mana lebih mementingkan kebahagiaan dirimu sendiri dibanding dengan anak-anakmu !!! Cukuplah kiranya bagimu ini untuk engkau renungkan saudariku !!!

Saudariku, adapun pemikiranmu bahwasannya Nabi melakukan poligami adalah pasca meninggal ibunda Khadijah, maka ini bukanlah sebuah dalil bagimu untuk menahan suamimu poligami selama nyawamu masih dikandung badan, karena permasalahan ini berbeda, cobalah engkau perhatikan Nabi pernah melarang ziarah kubur bagi wanita, terkemudian membolehkannya, maka apakah dimasa ibunda khadijah hidup Nabi pernah melarang POLIGAMI lalu membolehkannya pasca meninggal Ibunda Khadijah ? Tidak wahai saudariku, dalilmu bukanlah masuk kedalam fiqh poligami ..

Beberapa ancaman berbicara tanpa ilmu
Allah Ta'ala berfirman :
“Katakanlah: "Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak atau pun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui".” (QS. Al A’rof: 33)”

Ibnul Qayyim -rahimahullah- ketika menjelaskan ayat di atas mengatakan, “Allah mengurutkan keharaman menjadi empat tingkatan. Allah memulai dengan menyebutkan tingkatan dosa yang lebih ringan yaitu al fawaahisy (perbuatan keji). Kemudian Allah menyebutkan keharaman yang lebih dari itu, yaitu melanggar hak manusia tanpa jalan yang benar. Kemudian Allah beralih lagi menyebutkan dosa yang lebih besar lagi yaitu berbuat syirik kepada Allah. Lalu terakhir Allah menyebutkan dosa yang lebih besar dari itu semua yaitu berbicara tentang Allah tanpa ilmu. Larangan berbicara tentang Allah tanpa ilmu ini mencakup berbicara tentang nama dan shifat Allah, perbuatan-Nya, agama dan syari’at-Nya.”
Mengapa bisa dikatakan demikian? Karena berbicara tentang Allah dan agama-Nya tanpa dasar ilmu akan membawa pada dosa-dosa yang lainnya.

Pada ayat lain Allah berfirman :
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (QS. An-Nahl (16): 116)

Berbicara tentang Allah tanpa ilmu merupakan sikap mengikuti hawa-nafsu.
Imam Ali bin Abil ‘Izzi Al-Hanafi rohimahulloh berkata: “Barangsiapa berbicara tanpa ilmu, maka sesungguhnya dia hanyalah mengikuti hawa-nafsunya, dan Allah telah berfirman:

Dan siapakah yang lebih sesat dari pada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun (Al-Qashshash:50)”
(Kitab Minhah Ilahiyah Fii Tahdzib Syarh Ath-Thahawiyah, hal: 393)


Berbicara tentang Allah tanpa ilmu merupakan sikap mendahului Allah dan RasulNya.
Allah berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Hujuraat: 1)

Syeikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rohimahulloh berkata: “Ayat ini memuat adab terhadap Alloh dan RosulNya, juga pengagungan, penghormatan, dan pemuliaan kepadanya. Alloh telah memerintahkan kepada para hambaNya yang beriman, dengan konsekwensi keimanan terhadap Alloh dan RosulNya, yaitu: menjalankan perintah-perintah Alloh dan menjauhi larangan-laranganNya. Dan agar mereka selalu berjalan mengikuti perintah Alloh dan Sunnah RosulNya di dalam seluruh perkara mereka. Dan agar mereka tidak mendahului Alloh dan RosulNya, sehingga janganlah mereka berkata, sampai Alloh berkata, dan janganlah mereka memerintah, sampai Alloh memerintah”.
(Taisir Karimir Rahman, surat Al-Hujurat:1)


Orang yang berbicara tentang Allah tanpa ilmu menanggung dosa-dosa orang-orang yang dia sesatkan.
Orang yang berbicara tentang Allah tanpa ilmu adalah orang sesat dan mengajak kepada kesesatan, oleh karena itu dia menanggung dosa-dosa orang-orang yang telah dia sesatkan. Rasulullah sholallohu ‘alaihi wassallam:
Barangsiapa menyeru kepada petunjuk, maka dia mendapatkan pahala sebagaimana pahala-pahala orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa menyeru kepada kesesatan, maka dia mendapatkan dosa sebagaimana dosa-dosa orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi dosa mereka sedikitpun. (HSR. Muslim no:2674, dari Abu Hurairah)


Berbicara tentang Allah tanpa ilmu akan dimintai tanggung-jawab.
Alloh Ta’ala berfirman:
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya. (QS. Al-Isra’ : 36)

Setelah menyebutkan pendapat para Salaf tentang ayat ini, imam Ibnu Katsir rohimahulloh berkata: “Kesimpulan penjelasan yang mereka sebutkan adalah: bahwa Alloh Ta’ala melarang berbicara tanpa ilmu, yaitu (berbicara) hanya dengan persangkaan yang merupakan perkiraan dan khayalan.” (Tafsir Al-Qur’anul Azhim, surat Al-Isra’:36)


Orang yang berbicara tentang Allah tanpa ilmu termasuk tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan.
Syeikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami t menyatakan: “Fashal: Tentang Haramnya berbicara tentang Allah tanpa ilmu, dan haramnya berfatwa tentang agama Allah dengan apa yang menyelisihi nash-nash”. Kemudian beliau membawakan sejumlah ayat Al-Qur’an, di antaranya adalah firman Allah di bawah ini:
Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (QS. 5:44)

Berbicara agama tanpa ilmu merupakan perintah syaithan.
Allah berfirman:
Sesungguhnya syaithan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan kepada Allah apa yang tidak kamu ketahui. (QS. 2:169)

Maka timbanglah kembali saudariku, apakah poligami termasuk perbuatan keji? Perbuatan dosa? maka janganlah engkau haramkan lantaran karena pemikiran mu semata ...

Bersambung..Insya Allah ...

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan pesan anda :

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda